Sabtu, 04 Agustus 2018

Komunitas 22 Ibu: MITOS, LEGENDA INDONESIA DI MUSEUM BASUKI ABDULLAH

Cerita dan Mitos Indonesia dalam Ekspresi Batik Lilin Dingin di Museum Basoeki Abdullah

Pameran
27 Juli 2018 – 10 Agustus 2018
09.00-16.00

Workshop batik lilin dingin
10 Agustus 2018
09.00-10.00

Komunitas22 Ibu adalah kumpulan perempuan pendidik seni di Indonesia yang bermarkas di Bandung dan Jakarta. Kali ini dalam rangka mengangkat kearifan lokal yang dikaitkan dengan pendidikan karakter menggelar pameran batik yang mengangkat mitos dan legenda cerita dari Indonesia. Yang divisualisasikan dengan media gutta tamarin. Yaitu sejenis olahan yang dibuat dari biji asam jawa. Kali ini kegiatan digelar pameran dan workshop, bekerja sama dengan pihak Museum Basuki Abdullah dari tanggal 27 Juli hingga 10 Agustus 2018. Pameran dibuka oleh Gubernur DKI Jakarta Bapak Anies Baswedan, yang memiliki perhatian besar terhadap bidang seni. Sedangkan workshop batik diadakan pada tanggal 10 Agustus 2018.




Tema pameran
Tema besar pameran ini adalah salah satu dari jenis atau kategori dari lukisan-lukisan Basoeki Abdullah, yaitu Drama, mitos, dan spiritual. Kategori ini ingin menggambarkan situasi pikiran Basoeki Abdullah yang penuh dengan sikap-sikap religious, serta spirit local dengan pembawaan yang romantis. Dalam kategori ini sejumlah tema dapat dimasukan, seperti cerita pewayangan, dunia religi, cerita rakyat, duni mitos, maupun hal-hal yang terkait dengan tema-tema yang bersifat naratif, seperti Korban Kelaparan di Padang Tandus dan karya Batu-Batu Bersejarah. Kategori ini menandai rangkaian pemikiran Basoeki Abdullah yang tak bisa lepas dari peran sosialnya sebagai anggota masyarakat.

Basoeki Abdullah merupakan salah satu pelukis maestro yang dimiliki Indonesia, dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Karya-karyanya menghiasi istana negara dan kepresidenan Indonesia, karyanya juga koleksi oleh para kolektor dari berbagai penjuru dunia. Basuki Abdullah terkenal sebagai seorang pelukis potret, terutama melukis wanita-wanita cantik, keluarga kerajaan dan kepala negara yang cenderung mempercantik atau memperindah seseorang ketimbang wajah aslinya. Selain sebagai pelukis potret yang ulung, diapun melukis pemandangan alam, fauna, flora, tema-tema perjuangan, pembangunan dan sebagainya.

Tujuan kegiatan
Kegiatan ini diadakan bertujuan untuk semakin memperkenalkan tehnik Batik lilin dingin kepada masyarakat, dan disisi lain juga untuk mengenang dan menghormati hasil karya salah satu maestro lukis Indonesia yang luar biasa. Karya batik yang akan dipamerkan adalah karya dari 42 perupa dari komunitas 22 ibu sektor Bandung dan komunitas 22 Ibu sektor Jakarta, yang terdiri dari Perempuan Pendidik Seni Indonesia, serta Guru dan Dosen lain dari Lintas PT di Indonesia.

Pameran ini akan mengangkat karya seni rupa yang digagas dari cerita mitos dan legenda dari Indonesia yang berisi pesan moral dan kebaikan.

Perupa yang berpameran
Adapun nama nama perupa yang menyajikan karya seninya yang tampil dalam pameran ini adalah: Almira Belinda Zainsjah, Ariesa Pandanwangi, Arleti Mochtar Apin, Atridia Wilastrina, Ayoeningsih Dyah Woelandhary, Bayyinah Nurrul Haq, Belinda Sukapura Dewi, Cama Juli Ria, Dina Fatimah, Dina Lestari, Dyah Limaningsih Wariyanti, Endang Caturwati, Ety Sukaetini, Febry Maharlika, Gilang Cempaka, Ida Rustiana Ganda, Luki Lutvia, Meyhawati Yuyu Julaeha Rasep, Mia Syarief, I.G.P.A Mirah Rahmawati, Nida Nabila, Nina Irnawati, Nina Fajariah, Ratih Mahardika, Rina Mariana, Shitra Noor Handewi, Siti Sartika, Siti Wardiyah Sabri, Sri Nuraeni, Sri Rahayu Saptawati, Sri Sulastri, Tjutju Widjaja, Ulfa Septiana, Vera Gede Utami, Vidya Kharishma, Wanda Listiani, Wida Widya Kusumah, Wien K Meilina, Yully Ambarsih Ekawardhani, Yunita Fitria Andriana, Yustine, Zaenab Ahmad Shahab. Mereka berasal dari Bandung, Jakarta, Bali, dan Purwakarta.

Proses penciptaan
Kurator akan menetapkan 10 cerita dari Indonesia yang mengusung moral dan kebaikan bagi pembentukan karakter generasi bangsa. Adapun 10 cerita tersebut terdiri atas 5 cerita Mitos dan 5 cerita Legenda. Jadi setiap 1 cerita akan digarap olahan visualnya oleh 5 perempuan perupa berdasarkan urutan cerita, dan merepresentasikan narasi visualnya di atas wastra yang berukuran 40 cm x 115-120 cm. Menurut Niken Apriani, sebagai pengembang teknik batik dengan media gutta tamarin bahwa teknik ini sebenarnya perkembangan dari teknik batik yang ada, saya merasa senang karena makin bnyak orang yang tertarik mnggunakan gutta tamarin dan mempraktikannya. Hasilnya dalam pameran kali ini karya karya yang di pamerkan memang bervariasi, ada yang masih butuh jam terbang lebih banyak lagi tapi banyak juga yg sudah sangat memuaskan.

Tanggapan yang menarik datang dari Mirah Rahmawati sebagai perupa yg baru bergabung dengan Komunitas 22 ibu dan tinggal di Bali. Ia juga berprofesi sebagai dosen di PGRI Bali. Menurutnya " media gutha adalah media yang baru bagi saya, tetapi berkat bantuan teman tema dn bimbingan mereka dalam proses gutha tamarin, semua tantangan proses penciptaan dapat diselesaikan. Komunitas ini sangat bagus karena saling mensupport satu sama lain, demikian paparnya ketika dihubungi oleh tim wartawan dengan komunikasi jarak jauh.

Sedangkan menurut Nuning Damayanti selaku kurator bahwa pameran ini menarik dan unik karena merupakan ilustrasi dan narasi visual dari sejumlah mitos dan legenda yang dipilih dari beberapa wilayah propinsi tanah air, yang diilustrasikan pada kain melalui teknik batik lilin dingin dari bahan alami biji asam/tamarin.

Tatangan terberat menurut Ketua pelaksana pameran ini Ibu Ayoeningsih Dyah Woelandhary yang juga dosen Desain Komunikasi Visual di Universitas Paramadina adalah tidak mudah mengkordinir pameran yang melibatkan lintas institusi baik dari panitia maupun perupa, perlu komitmen dan komunikasi intens biar semua, terlebih di medio persiaapan pameran ada lebaran, ujian akhir semester mahasiswa, ujian siswa dll. Semua sibuk dan harus komit atur waktu.
Tambahnya dalam paparannya bahwa kegiatan ini juga menyelenggarakan
Workshop batik yang tentu bisa diikuti semua kalangan, tetapi untuk event ini karena ada tujuan edukasi, jadi kita konsen mengajak siswa di sekolah sekitar museum untuk terlibat dalam workshop batik ini.

Harapan saya tema pameran sejenis akan bertumbuh, tidak hanya untuk diapresiasi, juga untuk edukasi. Dan pengembangan batik ramah lingkungan bisa makin dikenal masyarakat luas.


Tidak ada komentar:

Art illuminations in 18th – 19th centuries manuscripts from Ngayogyakarta Hadiningrat Palace as a creative industry development

Art illuminations in 18th – 19th centuries manuscripts from Ngayogyakarta Hadiningrat Palace as a creative industry development Abstract M...