Sabtu, 04 Agustus 2018

Komunitas 22 Ibu: PEMBUKAAN PAMERAN ET CETERA #1 GALERI THEE HUIS

Bandung Art Month 2018

Pameran Et Cetera #1
01-07 Agustus 2018

Bandung menggelar program Bandung Art Month 2018 yang melibatkan galeri, komunitas, seniman, ruang-ruang publik, dan masih banyak lagi. Kegiatan yang digelar dari pameran, workshop, kunjungan ke rumah seniman, diskusi, pemutaran film dan masih banyak lagi. Dalam hal ini komunitas 22 Ibu yang aktif berkegiatan seni, kali ini menggelar pameran dengan tajuk Et Cetera#1 pada tanggal 1 Agustus 2018 hingga 7 Agustus 2018. Pameran ini dibuka pada tanggal 1 Agustus 2018 oleh Bapak Iwan Gunawan,
Kasi atraksi seni budaya, UPTD ~ pengelolaan kebudayaan daerah Jawa Barat. Juga dimeriahkan oleh Ganiati.





Kegiatan pameran ini dapat terselenggara atas kerjasama banyak pihak antara Komunitas 22 Ibu dengan BNI selaku Bank Nasional di Indonesia yang berskala Nasional, Galeri Thee Huis dan Pojok Jabar.

Diyanto selaku kurator menyampaikan bahwa dalam pameran kali ini para perupa yang ditampilkan hanya 20 orang saja. Mereka yang menyajikan karyanya dalam Et Cetera #1 ini adalah Ariesa Pandanwangi, Arti Sugiarti, Ayoeningsih Dyah Woelandhary, Belinda Sukapura Dewi, Ika Kurnia Mulyati, Shitra Noor Handewi, Rina Mariana,
Neny Nurbayani, Niken Apriani, Mia Syarief, Risca Nogalesa Pratiwi, Dini Birdieni, Endah Purnamasari, Endang Caturwati, Nita Dewi, Nida Nabila, Nina Irnawati, Nuning Damayanti, Sri Sulastri, Yustine.






Tajuk pameran ini mengusung Et Cetera.
Momometen da Hoshiin, da Etosetora
(aku memintamu, aku menginginkanmu, dan lain - lain)

Itulah potongan lirik lagu "Et Cetera" group band Jepang One Ok Rock yang selalu berlatih jam 1 malam. Lirik yang ditulis oleh Taka dan digubah bersama Alex tersebut merupakan rangsang awal bagi resepsi dan interpretasi karya bagi Komunitas 22 Ibu dalam pameran bertajuk "Et Cetera", suatu istilah dari bahasa latin yang berarti dan lain - lain.

Pameran ini mencoba memperlihatkan kemungkinan keragaman pencarian dan pencapaian estetik para perupa dalam Komunitas 22 Ibu dalam rentang 3 tahun terakhir. Niken Apriani salah satu perupa menyampaikan bahwa kali ini ia mengusung karya karyanya yang terdiri atas dua layer yang memperlihatkan kesan tiga dimensi. Kesan tersebut dimunculkan melalui penempatan objek pada layer kain yang berbeda dan ada jarak antara lapisan layer bawah dengan lapisan layer atas. Karya saya ini menjadi pilihan saya dalam proses penciptaan sekaligus menjadi ciri khas saya, demikian pungkas Niken.

Saat ini, dunia seni rupa tidak hanya tumbuh menjadi semakin kaya, namun juga berkembang semakin kompleks. Perkembangan dan geseran itu bukan hanya dalam soal pencapaian nilai estetis, tetapi juga terkait kriteria dan proses penciptaan.

Kini, sebagaimana kita ketahui, suatu objek seni  yang diproduksi, menuntut suatu kondisi tertentu di mana pengetahuan tentang seni saja tidak lagi  cukup, tetapi dibutuhkan pula pengetahuan tentang kebudayaan, sosial, dan filsafat. Dalam banyak sisi, proses kreasi saat ini nampak tidak lagi steril dan bersifat individual yang mengandalkan intuisi, kepekaan emosi dan rasa, bahkan keterampilan belaka. Keintiman, dan keseriusan para perupa terhadap perkara kognitif dalam kaitan mengamati, mengenali, dan membaca bagaimana kebudayaan bergerak menjadi sangat dibutuhkan. 

Komunitas yang diusung oleh para perempuan lintas profesi dan bermukim tidak dalam satu wilayah ini tergolong memiliki ritme serta gairah berkarya yang cukup tinggi, Grafik aktivitas pameran yang dilakukannya memperlihatkan intensitas serta frekuensi yang membanggakan di tengah kenyataan betapa masih kurangnya perempuan yang menempuh jalan seni sebagai pilihan hidup.

Para perupa yang sebagian besar memiliki profesi sebagai pendidik seni rupa ini nampak cukup memiiki siasat dalam mengolah kesadaran dan tanggung jawab pribadinya, baik terhadap keluarga maupun institusinya. Secara khusus, yang menarik dari dinamika kreatif para perupa ini bermuara pada perkara pentingnya menjaga keterbukaan komunikasi dan membangun relasi yang hangat dan terbuka dalam koridor gagasan, pengetahuan dan regenerasi.

Sepintas pandang, karya-karya yang ditampilkan dalam ‘Et cetera # 1’, nampak membawa ungkapan ekspresi yang beragam. Keragaman itu nampak dibangun melalui perbedaan eksplorasi media dan teknik yang beranjak dari potensi paling sederhana, semisal keutamaan pensil, drawing pen, cat air, akrilik, gutta tamarin hingga digital print serta mixed media. Sementara soal subyect matter yang dielaborasi para perupa perempuan ini nampak bergerak di antara gambaran fenomena sosial dan lingkungan terkait dunia benda-benda, khewan, tumbuhan, dan manusia.

Intensi yang dibawa pun beragam, mulai dari upaya mengabadikan sensasi keindahan alam, persoalan yang dirasakan baik dalam kaitan personifikasi maupun respon personal atas kehidupan, hingga gagasan yang bersifat inter aktif.

Pergumulan dan pencarian nilai ekspresi yang ditempuh dan dijalani oleh para perupa yang tergabung dalam Komunitas 22 Ibu dengan keragaman ungkapan yang ditawarkannya di thee huis gallery ini tentu tidak sedang mengusulkan cara baru dalam mengartikulasikan berbagai persoalan dalam kehidupan secara estetis, melainkan turut menawarkan dan memperkaya ikhwal dan lain-lain sebagai entitas yang bermakna dalam proses kreasi menjadi semacam jalan terbuka bagi apresiasi, terlebih mengingat bahwa pengucapan seni sejatinya  senantiasa menawarkan ke-beragam-an dan unik.

Sumber: Diyanto-Kurator, dan Komunitas 22 Ibu

Tidak ada komentar:

Art illuminations in 18th – 19th centuries manuscripts from Ngayogyakarta Hadiningrat Palace as a creative industry development

Art illuminations in 18th – 19th centuries manuscripts from Ngayogyakarta Hadiningrat Palace as a creative industry development Abstract M...