Rabu, 23 Desember 2015

KARYA KOMUNITAS 22 IBU "PORTIS TERTIA MUNDI"


KARYA SENI "PORTIS TERTIA MUNDI
by 
ANTON SUSANTO

Dari pendekatan aspek teknis, para seniman ini dapat dilacak kecenderungannya yaitu karya 2 dimensional seperti lukis, fotografi, grafis, drawing, lalu karya-karya 3 dimensional yang berupa patung, fashion, karya kinetic, juga karya interaktif.
Pada lukis itu sendiri, meskipun objek dan teknis saling berbeda, namun pada karya Meyhawati Yuyu JRA, Gilang Cempaka, Belinda Sukapura D., Siti Wardiyah, Entit Usdiati, Nida Nabilah, Arti Sugiarti, Ety Sukaetini, Nina Irnawati, Sri Nuraeni kita akan menemukan kecenderungan pemurnian terhadap tradisi melukis konvensional dengan cat dan kuas pada kanvas.  Mereka mempercayakan sepenuhnya gagasan serta ekspresi karya mereka kepada teknis melukis konvensional.















Begitupun pada Ariesa Pandanwangi yang menghadirkan teknik dan media tradisional chinese painting serta karya Nenny Nurbayani yang meskipun reproduksi namun karya aslinya masih menggunakan teknis lukis konvensional.




Kecenderungan lain meskipun akarnya adalah lukisan tapi mereka mengkombinasikan teknik melukis konvensional dengan pendekatan teknis yang lain seperti drawing pada karya Dini Birdieni, Mia Syarif, Ika Kurnia Mulyati. 






Kemampuan melukis dengan cara lain ditampilkan pula oleh Niken Apriani, Rarang Wahjuningsih yang mengolah lukisannya di atas kain satin dan sutera.  





Ada pula Sri Sulastri dan Wien Sumarsono yang sengaja melakukan eksplorasi menghadirkan crafty material seperti glitter dan Styrofoam pada karyanya dan karya Rina Mariana yang mengundang public berinteraksi.





Goresan-goresan yang kuat dan khas ditampilkan pada karya-karya drawing Ayoeningsih Dyah W. yang menggarap ke empat bidang karyanya dengan sangat intensif sehingga menambah efek dramatis pada karyanya.  




Begitupun dengan Risca Nogalesa P. yang biasa menggunakan bidang gambar yang besar kali ini melakukan eksplorasi drawing di atas bidang-bidang papan.  




Sementara Nita Dewi dan Siti Sartika menuangkan goresan drawingnya di atas kanvas.  Sedangkan Nurul Primayanti menghadirkan gambar figuratif dengan outline yang kuat di atas kertas daur ulangnya hampir senada dengan Esti Fadillah yang memberikan ciri stilasi organik dan ornamental pada karyanya.








Untuk karya 3 dimensional Izumi Mizuta menghadirkan karya torso yang ekspresif juga ekperimen Eneng Neni Suryati pada objek-objek ready made.  






Kompleksitas karya 3D ditampilkan oleh Endah Purnamasari yang bereksperimen dengan karya kinetic yang memanfaatkan tenaga surya dan baterai dan karya Nuniek Mawardi yang sangat khas dengan menuangkan ekspresinya pada busana terapan dengan memanfaatkan berbagai teknik untuk menampilkan efek visual yang kuat.





Kemampuan teknis yang spesifik dihadirkan pula dalam karya-karya fotogram Nuning Damayanti serta foto-foto hitam putih yang sangat humanis dari Miranti Hirschman.  Teknologi olah digital pun ditampilkan oleh Tessa Eka Darmayanti yang memanfaatkan digital printing dan kolase berbagai kain batik di atas kanvas.








--

Griya Seni Popo Iskandar
Museum - Gallery
Jalan Setiabudi Nomor 235 B
Bandung - Jawa Barat
Indonesia 40154
Open Daily:
Monday - Friday: 10 am - 4 pm


PORTIS TERTIA MUNDI




Portis Tertia Mundi
Pameran Komunitas 22 Ibu #3

Tentang Pameran

Pameran Portis Tertia Mundi menawarkan persoalan mengenai “jati diri”.  Dengan bertolak dari prinsip tiga peranan perempuan yaitu sebagai istri, sebagai ibu dan sebagai diri sendiri.
Tema ini sengaja dihadapkan kepada para peserta pameran yang terkumpul dalam satu Komunitas 22 Ibu di mana seluruh anggota komunitas ini memiliki banyak kesamaan sekaligus mewakili stereotypekelas sosial tertentu dengan menyandang predikat “Ibu”.
Meski predikat “Ibu” merupakan sebuah penghormatan atau pemuliaan terhadap sosok seorang perempuan dalam kultur masyarakat kita hingga kini, namun predikat ini pun disertai dengan tanggung jawab yang cukup berat juga.
Hampir kebanyakan wanita begitu menikah dan memiliki keturunan langsung memerankan diri sebagai istri dan ibu dan sering pula meredam peranan ke tiganya yaitu sebagai diri sendiri.  Saat seorang perempuan menikahi pasangan prianya (yang kemudian disebut suaminya) secara otomatis “Sang Aku” dalam diri perempuan tersebut serta merta melebur dengan identitas suami terlebih saat nama perempuan tersebut semakin jarang disebut lagi seiring dengan panggilan baru Nyonya X (nama suami).
Begitupun saat perempuan tersebut mulai memiliki keturunan maka kemudian ia pun mulai memiliki identitas baru yaitu panggilan Ibu Y (nama anaknya).
Saat menyandang Nyonya X – “Sang Aku” perempuan tersebut memiliki peranan sebagai pendamping suaminya sehingga segala sesuatunya kemudian menyesuaikan dengan kedudukan serta fungsi sosial sang suami.  Sebagai “Ibu”, melekat pula tanggung jawab stabilitas dan progresivitas dalam lingkungan domestik (rumah tangga) juga tumbuh kembang anaknya.
Dalam hal ini, perempuan sepertinya menjalankan beberapa dunia sekaligus. Meski diantaranya tidak sedikit yang mampu memerankan berbagai peranan tersebut dengan baik namun lebih banyak yang menempatkan dunia “Sang Aku” pribadi seorang perempuan dalam urutan terakhir dari dunia-dunia lainnya.  Bila dunia sebagai istri dan ibu adalah dunia pertama dan ke dua, maka dunia ke tiga adalah dunia “Sang Aku” sebagai pribadi.
Sehubungan dengan pameran Portis Tertia Mundi – Bahasa Latin yang artinya “Dunia Ke Tiga”, maka pameran ini berusaha memberikan tantangan kepada para seniman yang notabene para Ibu juga untuk menghadirkan “Sang Aku” melalui karya seni nya. 
Meskipun sebagai “Ibu” banyak memiliki kesamaan, namun melalui pameran Portis Tertia Mundi ini justru merupakan gerbang untuk menandai perbedaan dan keunikan karakter setiap ibu melalui karya-karyanya.  Melalui pencapaian artistik serta arah estetika yang berbeda setiap “Ibu” memiliki otoritas untuk menghadirkan “Sang Aku” dalam diri mereka - seperti apa dan dengan cara yang bagaimana.  Di  sini memungkinkan kita melihat kepiawaian mereka dalam rangka mengajak kita memasuki dan menjelajahiTertia Mundi mereka.
Selain menyangkut konteks di atas, judul pameran Tertia Mundi (Dunia Ke Tiga)  pun sebagai penanda hari jadi yang Ke Tiga bagi komunitas 22 Ibu.

Tentang Karya
·         Dalam pameran Tertia Mundi ini, setiap seniman yang terlibat diberikan kebebasan untuk memilih teknis serta media ekspresi yang dianggap paling mewakili “diri” masing-masing dengan mempertimbangkan kondisi dan karakter venue pameran serta teknis display karya tersebut.
·         Ukuran atau dimensi karya mengikuti petunjuk teknis yang diberikan oleh panitia.
·         Diharapkan karya yang dihadirkan merupakan karya baru yang merupakan hasil elaborasi -  setidaknya hasil perjalanan serta pengalaman dalam berkarya rupa yang terbangun sejak tiga tahun terakhir (sejak berdirinya komunitas 22 Ibu).
·         Bila kehadiran di tahun pertama merupakan fase penjajakan serta pengenalan, kemudian tahun ke dua merupakan fase perkembangan namun tahun ke tiga ini merupakan fase menancapkan tonggak dan sebuah pernyataan sikap atau statement mengenai konsistensi terhadap dunia seni rupa serta kesiapan menghadapi tantangan selanjutnya.

Selamat Berkaya

GSPI, November 2015
Anton Susanto


--

Griya Seni Popo Iskandar
Museum - Gallery
Jalan Setiabudi Nomor 235 B
Bandung - Jawa Barat
Indonesia 40154
Open Daily:
Monday - Friday: 10 am - 4 pm


Selasa, 22 Desember 2015

INTERNATIONAL EXHIBITION "PORTIS TERTIA MUNDI"

PAMERAN INTERNATIONAL KOMUNITAS 22 IBU "PORTIS TERTIA MUNDI"

Komunitas 22 Ibu bekerja sama dengan Galeri Seni Popo Iskandar (GSPI) pada hari Selasa, 22 Desember 2015, menggelar pameran dengan mengusung tajuk PORTIS TERTIA MUNDI . Pameran akan berlangsung dari 22 Desember 2015- 10 Januari 2015. Pameran ini merupakan pameran ke 3 yang diselenggarakan setiapa tahun bersamaan dengan berdirinya komunitas 22 Ibu. Sedangkan apabila dilihat dari rangkaian pameran yang diikuti oleh komunitas 22 Ibu maka pameran ini merupakan pameran yang diikuti ke 8 kalinya pada tahun ini, sekaligus pameran penutup di penghujung tahun 2015. Pameran ini dibuka oleh Ibu Atalia Prataya Kamil. Pembukaan pameran ini juga dimeriahkan oleh acara ulang tahun ke 3 berdirinya komunitas 22 Ibu sekaligus juga diiringi oleh hiburan.

Para peserta pameran yang berasal dari Indonesia, Jerman, Dubai, dan Jepang adalah Ariesa Pandanwangi, Arti Sugiarti, Ayoeningsih Dyah W, Belinda Sukapura D., Dini Birdieni, Endah Purnamasari, Eneng Nani Suryati, Entit Usidati, Esti Fadillah, Ety Sukaetini, Gilang Cempaka, Ika Kurnia Mulyati, Izumi Mizuta, Meyhawati Yuyu JRA, Miranti Hirschman, Mia Syarif, Nenny Nurbayani, Nida Nabillah, Niken Apriani, Nina Irnawati, Nita Dewi, Nuniek Mawardi, Nuning Damayanti, Nurul Primayanti, Rarang Wahjuningsih, Rina Mariana, Risca Nogalesa Pratiwi, Siti Sartika, Sri Nuraeni, Sri Sulastri, Siti Wardiyah, Tessa Eka Darmayanti, Wanda Listiani, Wien Sumarsono.

Tema yang diusung  oleh kurator, Anton Susanto adalah "TERTIA MUNDI atau PORTIS TERTIA MUNDI"
artinya : DUNIA KE TIGA.(Konsepnya adalah prinsip tiga peranan wanita);
Yaitu sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai diri sendiri. Hampir kebanyakan wanita begitu menikah dan punya anak langsung memerankan peranan sebagai istri dan ibu. Dan sering meredam peranan ketiga nya yaitu sebagai diri sendiri.

Nah dengan usia 22 ibu yang sudah 3 tahun. Maka pameran ketiga ini merupakan sebuah pernyataan sikap/statement sekaligus mengokohkan tonggak jatidiri masing2 pribadi..

Tahun pertama bisa dianggap sebagai tahun kelahiran 22ibu. Tahun kedua merupakan kepanjangan energi dan euforia menghadirkan diri sebagai seniman. Dan tahun ke tiga merupakan tahun tantangan konsistensi terhadap dunia ini.

Karya-karya yang ditampilkan oleh 34 perupa wanita yang sekaligus juga berprofesi sebagai dosen, guru lintas institusi juga lintas negara (Indonesia, Dubai, Jerman, Jepang) juga desainer, dalam pameran ini menempati dua lantai di GSPI. Dari karya seni lukis, hingga karya fashion, yang mengusung busana muslim. Keberagaman karya ini justru menunjukkan jati diri para wanita yang berpameran.

Menurut Ibu Meyhawati Yuyu Julaeha Rasep bahwa pameran di ulang tahun yg ke 3 Komunitas 22 Ibu, banyak sekali perubahan, bukan hanya sekedar kwalitas karya, tapi pameran kali ini berbeda dengan pelaksanaan pameran-pameran 2 tahun ke belakang, dimana tahun ini peserta pameran bukan hanya anggota 22 Ibu saja,, tetapi bergabungnya anggota baru dari Jakarta dan Jerman, juga tamu undangan dari Jepang yang ikut meramaikan pameran ini. Sehingga pameran ini bukan pameran Nasional lagi melainkan pameran berkala Internasional.
Pada pameran ulang tahun komunitas 22 Ibu yg ke 3 ini,merupakan sebuah pernyataan sikap statement sekaligus mengokohkan tonggak jati diri masing2 dan sebagai tahun tantangan konsistensi terhadap dunia Seni Rupa serta menghadapi tantangan selanjutnya.

Salah satu pendiri komunitas 22 Ibu,  Sri Sulastri juga menyatakan bahwa perkembangan dari awal sampai sekarang ini tentunya sangatlah pesat. Agenda awal saja pameran hanya 2x dalam setahun . Yaitu pada saat hari Kartini dan hari ibu. Ternyata sekarang dalam setahun bisa sampai 6 kali bahkan 8 kali  berpameran, karena banyaknya undangan untuk mengikuti kegiatan berpameran baik dari dalam dan luar negeri. Bahkan tahun 2015 ini sudah 3 kali pameran di luar negri dan 6 kali di dalam negri.  Pameran yang diikuti bukan asal kegiatan pameran tetapi sebagian besar melalui seleksi kekaryaan yang diselenggarakan melalui event call exhibition tingkat nasional. Karya komunitas 22 ibu saat ini semakin menunjukkan karakter dan kekhasannya masing-masing.

Nenny Nurbayani salah satu peserta yang sekalipun tinggal di Dubai yang berprofesi sebagai guru seni rupa juga menyatakan:"bangga deh menjadi bagian dari Keluarga Besar komunitas 22 Ibu yang Kreatif, keren dan solid ini. Mereka selalu support saya, sehingga jarak yang terentang jauh hampir tanpa kendala. Kemampuan teknologi komunikasi  juga digital banyak membantu saya baik dalam berkomunikasi ataupun pengiriman karya ke Indonesia".

Melalui karya seni komunitas 22 Ibu membuka jendela dunia, menjalin relasi kerjasama dengan sesama kolega lintas profesi juga lintas institusi juga lintas negara. Sukses dan maju terus komunitas 22 Ibu.
























DISPLAY RUANG PAMERAN "PORTIS TERTIA MUNDI" DI GALERI SENI POPO ISKANDAR

DISPLAY RUANG PAMERAN "PORTIS TERTIA MUNDI" 
DI GALERI SENI POPO ISKANDAR

Galeri Seni Popo Iskandar (GSPI) terletak di jalan Setiabudi No. 235B-Bandung. Lokasinya amat sangat dekat dengan kampus Universitas Pendidikan Indonesia. GSPI telah menjadwalkan pameran PORTIS TERTIA MUNDI bekerja sama dengan komunitas 22 Ibu. Acara tersebut akan dihelat pada tanggal 22 Desember 2015, tepat pada hari Ibu sekaligus merayakan ulang tahun ke 3 dari komunitas 22 Ibu. Adapun untuk persiapan perhelatan tersebut GSPI sudah mempersiapkan ruang yang ditata apik serta pencahayaan yang baik, seperti di bawah ini:






















Art illuminations in 18th – 19th centuries manuscripts from Ngayogyakarta Hadiningrat Palace as a creative industry development

Art illuminations in 18th – 19th centuries manuscripts from Ngayogyakarta Hadiningrat Palace as a creative industry development Abstract M...