Rabu, 23 Desember 2015

PORTIS TERTIA MUNDI




Portis Tertia Mundi
Pameran Komunitas 22 Ibu #3

Tentang Pameran

Pameran Portis Tertia Mundi menawarkan persoalan mengenai “jati diri”.  Dengan bertolak dari prinsip tiga peranan perempuan yaitu sebagai istri, sebagai ibu dan sebagai diri sendiri.
Tema ini sengaja dihadapkan kepada para peserta pameran yang terkumpul dalam satu Komunitas 22 Ibu di mana seluruh anggota komunitas ini memiliki banyak kesamaan sekaligus mewakili stereotypekelas sosial tertentu dengan menyandang predikat “Ibu”.
Meski predikat “Ibu” merupakan sebuah penghormatan atau pemuliaan terhadap sosok seorang perempuan dalam kultur masyarakat kita hingga kini, namun predikat ini pun disertai dengan tanggung jawab yang cukup berat juga.
Hampir kebanyakan wanita begitu menikah dan memiliki keturunan langsung memerankan diri sebagai istri dan ibu dan sering pula meredam peranan ke tiganya yaitu sebagai diri sendiri.  Saat seorang perempuan menikahi pasangan prianya (yang kemudian disebut suaminya) secara otomatis “Sang Aku” dalam diri perempuan tersebut serta merta melebur dengan identitas suami terlebih saat nama perempuan tersebut semakin jarang disebut lagi seiring dengan panggilan baru Nyonya X (nama suami).
Begitupun saat perempuan tersebut mulai memiliki keturunan maka kemudian ia pun mulai memiliki identitas baru yaitu panggilan Ibu Y (nama anaknya).
Saat menyandang Nyonya X – “Sang Aku” perempuan tersebut memiliki peranan sebagai pendamping suaminya sehingga segala sesuatunya kemudian menyesuaikan dengan kedudukan serta fungsi sosial sang suami.  Sebagai “Ibu”, melekat pula tanggung jawab stabilitas dan progresivitas dalam lingkungan domestik (rumah tangga) juga tumbuh kembang anaknya.
Dalam hal ini, perempuan sepertinya menjalankan beberapa dunia sekaligus. Meski diantaranya tidak sedikit yang mampu memerankan berbagai peranan tersebut dengan baik namun lebih banyak yang menempatkan dunia “Sang Aku” pribadi seorang perempuan dalam urutan terakhir dari dunia-dunia lainnya.  Bila dunia sebagai istri dan ibu adalah dunia pertama dan ke dua, maka dunia ke tiga adalah dunia “Sang Aku” sebagai pribadi.
Sehubungan dengan pameran Portis Tertia Mundi – Bahasa Latin yang artinya “Dunia Ke Tiga”, maka pameran ini berusaha memberikan tantangan kepada para seniman yang notabene para Ibu juga untuk menghadirkan “Sang Aku” melalui karya seni nya. 
Meskipun sebagai “Ibu” banyak memiliki kesamaan, namun melalui pameran Portis Tertia Mundi ini justru merupakan gerbang untuk menandai perbedaan dan keunikan karakter setiap ibu melalui karya-karyanya.  Melalui pencapaian artistik serta arah estetika yang berbeda setiap “Ibu” memiliki otoritas untuk menghadirkan “Sang Aku” dalam diri mereka - seperti apa dan dengan cara yang bagaimana.  Di  sini memungkinkan kita melihat kepiawaian mereka dalam rangka mengajak kita memasuki dan menjelajahiTertia Mundi mereka.
Selain menyangkut konteks di atas, judul pameran Tertia Mundi (Dunia Ke Tiga)  pun sebagai penanda hari jadi yang Ke Tiga bagi komunitas 22 Ibu.

Tentang Karya
·         Dalam pameran Tertia Mundi ini, setiap seniman yang terlibat diberikan kebebasan untuk memilih teknis serta media ekspresi yang dianggap paling mewakili “diri” masing-masing dengan mempertimbangkan kondisi dan karakter venue pameran serta teknis display karya tersebut.
·         Ukuran atau dimensi karya mengikuti petunjuk teknis yang diberikan oleh panitia.
·         Diharapkan karya yang dihadirkan merupakan karya baru yang merupakan hasil elaborasi -  setidaknya hasil perjalanan serta pengalaman dalam berkarya rupa yang terbangun sejak tiga tahun terakhir (sejak berdirinya komunitas 22 Ibu).
·         Bila kehadiran di tahun pertama merupakan fase penjajakan serta pengenalan, kemudian tahun ke dua merupakan fase perkembangan namun tahun ke tiga ini merupakan fase menancapkan tonggak dan sebuah pernyataan sikap atau statement mengenai konsistensi terhadap dunia seni rupa serta kesiapan menghadapi tantangan selanjutnya.

Selamat Berkaya

GSPI, November 2015
Anton Susanto


--

Griya Seni Popo Iskandar
Museum - Gallery
Jalan Setiabudi Nomor 235 B
Bandung - Jawa Barat
Indonesia 40154
Open Daily:
Monday - Friday: 10 am - 4 pm


Tidak ada komentar:

Art illuminations in 18th – 19th centuries manuscripts from Ngayogyakarta Hadiningrat Palace as a creative industry development

Art illuminations in 18th – 19th centuries manuscripts from Ngayogyakarta Hadiningrat Palace as a creative industry development Abstract M...