Sabtu, 20 Desember 2014

MEMAKNAKAN PROSES KREASI KEDUAPULUHDUA IBU



Memaknakan Proses Kreasi Keduapuluhdua Ibu
oleh 
Ira Adriati Winarno

Keduapuluhdua Ibu
Ketika perempuan perupa bergabung, mereka menjadi semakin kuat dalam menembus medan sosial seni rupa. Keduapuluhdua perempuan perupa ini, memperlihatkan konsistensinya untuk terus berkarya dan berpameran setiap tanggal 22 Desember. Tanggal tersebut dikenal sebagai Hari Ibu, perayaan sebatas penghargaan terhadap nilai keibuan dalam diri perempuan Indonesia atau peringatan tersebut terpolusi oleh Mother’s Day yang diperingati di banyak Negara, terutama Amerika Serikat (Purbani dalam Jurnal Perempuan, 2007, 59). Tidak salah peringatan seperti itu, tetapi misi sejati peringatan Hari Ibu adalah mengenang perjuangan kaum perempuan untuk merdeka.

Tahun 1959, Presiden Soekarno menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Nomor 316 Tahun 1959. Tanggal 22 Desember dipilih untuk mengenang Kongres Perempuan pertama 31 tahun sebelumnya, tahun 1928, di gedung yang sekarang dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto, Yogyakarta. Peristiwa itu dianggap penting sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pada tanggal tersebut perempuan ketua organisasi di seluruh Nusantara berkumpul. Mereka membahas persatuan perempuan, keterlibatan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan, keterlibatan perempuan dalam membangun bangsa dan lain-lain. Jadi menilik sejarahnya, mestinya bukan keibuan mereka yang diapresiasi, tetapi keperempuanan dan semangat juang mereka (Purbani dalam Jurnal Perempuan, 2007, 59).

Beranjak pada Keduapuluhdua perempuan perupa, mereka berjuang di antara berbagai tugas keseharian untuk menyiapkan karya-karya yang dipamerkan. Organisasi atau Kelompok ibu ini menambah organisasi perempuan perupa yang telah ada sebelumnya seperti Nuansa Indonesia atau Ikatan Wanita Pelukis Indonesia. Kontinyuitas berkarya dan berpameran yang dirintids oleh keduapuludua ibu tersebut membuktikan profesionalisme mereka sebagai perempuan perupa Indonesia.

Kompleksitas Pemaknaan Subject matter Karya
Perempuan perupa dalam pameran ini lima puluh persen menjadikan tumbuhan sebagai sumber inspirasi mereka. Bunga menjadi subject matter utama dalam karya mereka. Umumnya perempuan perupa ini memilh medium charcoal, pensil, bolpoint, akrilik di atas kanvas. Beberapa menggunakan teknik batik untuk memvisualisasikan pemikiran mereka. Salah satu di antaranya menampilkan instalasi perpaduan objek tiga dimensi dengan lukisan di atas kertas. Bunga atau pohon menjadi stereotip dalam karya seni yang dibuat oleh perempuan perupa. Mengapa subject matter tersebut seringkali menjadi pilihan perempuan ? 

Bila kita merujuk pada proses imajinasi terdapat unsur memori yang menjadi salah satu sumber utama (Tabrani, 2014, 12). Bagi perempuan pada umumnya, sejak kecil mereka selalu dekat dengan bunga secara fisik maupun simbol-simbol bunga dalam kehidupan perempuan. Semua itu tentu tidak terlepas dari lingkungan terdekat seperti seorang ibu yang memberikan pemahaman tentang simbol bunga yang erat kaitannya dengan perempuan, maupun pandangan stereotype tentang bunga sebagai simbol perempuan. Sehingga tidak mengherankan jika dalam memori mereka, bunga atau tumbuhan sangat kuat untuk menyimbolkan berbagai hal berkaitan dengan feminitas dan ke- Ibu - an.

Hal yang menarik dari karya perempuan perupa dalam pameran ini yang memilih subject matter bunga atau pohon, ternyata tidak ada keserupaan antara satu perupa dengan perupa lainnya. Tentu saja hal tersebut terjadi karena semua menggunakan kreativitas mereka untuk menghasilkan karya seni dengan nilai estetis yang tinggi. Kreativitas adalah kemampuan yang efektif untuk mencipta. Nilai-nilai “kebaruan” dan “keaslian” selalu berkorelasi dengan kreativitas. Kebaruan (novelty) membutuhkan keaslian (originality). Harus ada gagasan yang segar (Damajanti, 2006, 21-22). 

Perempuan perupa memvisualisasikan bunga dengan menampilkan keragaman bunga yang saling bertumpang tindih dalam karya Ika, sebagai metafora dari perjuangan hidup. Ety memvisualisasikan bunga yang berkebalikan dengan Ika, ia menyisakan bidang-bidang kosong di antara bunga yang dilukisnya.

BUNGAKU HIDUPKU-2014- MIX MEDIA ON CANVAS-120 X 120 CM_IKA KURNIA MULYATI
                                                                           
BUNGA-2014-ACRYLIC ON CANVAS-120 X 120 CM-ETY SUKAETINI

                                                                          
Nina dan Niken memanfaatkan teknik batik untuk mengekspresikan perasaan dan emosinya. Rumpun bambu dilukiskan dalam sebidang kain, batang-batang bambu yang samar dikomposisikan dengan batang yang terlihat nyata di sisi kiri. Komposisi antara bambu dengan pewarnaan kuat dan bidang yang samar keabu-abuan menjadikan karya ini menarik.
                                                                                
FOLIAGE-2014-PEWARNA BATIK FROZEN DIATAS KAIN PRIMISSIMA-70 X 170 CM-NINA IRIANI 
                                                                            
KEBUN BAMBU-2014-KAIN ORAGNDI, PEWARNA DISPERS-120 CM  X 140CM-NIKEN APRIANI 

Mencermati karya lainnya yang menggunakan subject matter pohon pinus sebagai metafora dari Ibu. Sri mengambil bagian batang dan sedikit ranting untuk visualisasi tersebut. Ia memperlihatkan batang yang kokoh. Pemilihan metafora pinus untuk ibu di satu sisi paradoks dengan makna simbol pohon pinus yaitu simbol laki-laki. Rupanya perupa mengaitkan dengan sikap seorang ibu dalam menghadapi kehidupan, terlihat kokoh dalam membesarkan anak-anaknya. Di sisi lain pohon pinus merupakan simbol keabadiaan. Pemilihan pohon pinus menjadi terasa tepat untuk memvisualisasikan kasih dan kekuatan dalam diri seorang ibu.
                                                                            

EVERLASTING LOVE -2014-CHARCOAL ON KANVAS-210 CM X 120 CM-SRI NURAENI


Masing-masing perupa tingkat kreativitasnya beragam. Menarik ketika mencermati karya Esa (Ariesa Pandanwangi) yang memilih instalasi dalam pameran ini. Pemilihan medium yang berbeda, menjadikan karyanya ‘berbeda’. Pemilihan bunga matahari sebagai sumber imajinasinya, kemudian mewujudkannya dalam bentuk tiga dimensi, didukung pencahayaan, dan penggabungan medium lukis, maka nilai kebaruan muncul. Pemilihan bunga matahari sangat bermakna mendalam jika ditelusuri melalui The Women’s dictionary Symbols and Sacred Objects, bunga matahari merupakan simbol pertemuan surga dan bumi.
                                                                            
IRAMA WAKTU-2014-MIX MEDIA-VARIABEL DIMENSI-ARIESA PANDANWANGI

Mencari Masalah dan Menyelesaikan Masalah dalam Proses Berkarya
Dalam tulisan Damajanti (2006, 61) dipaparkan bahwa dalam proses penciptaan karya seni, perupa terus menerus dihadapkan pada masalah yang harus dipecahkan. Misalnya pelukis harus memikirkan bagaimana membuat suatu bidang tampak menyusut. Seni tidak sekedar melibatkan emosi, tetapi juga menuntut kemampuan kognitif seniman untuk memecahkan masalah. Selain memecahkan masalah, seniman yang kreatif mampu menemukan masalah. 

Paparan mengenai kemampuan memecahkan atau mencari masalah akan selalu dilakukan oleh perupa kreatif, memberikan pemahaman kepada apresiator tentang adanya dorongan yang sama dari 50 % perempuan perupa dalam pameran ini untuk mengangkat bunga dan pohon sebagai subject matter, tetapi kemudian terlihat keberagaman medium, keragaman visualisasi, dan juga keragaman kualitas estetis karya. Mereka yang terus mempertanyakan bagaimana menemukan visualisasi yang paling original, maka merekalah yang akan menghadirkan visualisasi bunga yang ‘tidak biasa’ atau mendekati originalitas dari segi visual.
Subject matter bunga menjadi stereotype bagi perempuan perupa, hal tersebut terlihat pula dalam pameran 22 Ibu kali ini. Di awal telah dibahas, bahwa penggunaan memori pada saat proses imajinasi kemungkinan besar mendorong kesamaan minat untuk memvisualisasikan gagasan dengan metafora bunga. Apakah sebuah kelemahan dengan berkarya sesuai dengan stereotip? Menarik untuk mengikuti pemikiran Hèléne Cixous :
I shall speak about women’s writing. Woman must write herself… Woman must put herself into text – as into the world and into history by her own movement.

Jika Cixous mengajak perempuan menuliskan tentang dirinya, maka bagi perempuan perupa artinya ia melukiskan dirinya sendiri. Melukiskan pengalamannya sebagai perempuan yang tidak mungkin dialami laki-laki. Pemilihan tema bunga bagi perempuan bukan sekedar mimesis atau meniru apa yang ada di alam, melainkan mereka menjadikan bentuk bunga sebagai metaphor untuk pengalaman kehidupan sebagai perempuan selama ini.

Merujuk pada perkembangan feminist art di Barat, salah satu hal yang mereka perjuangkan adalah menghargai tema-tema personal dari perempuan perupa. Pengalaman sebagai ibu (motherhood) menjadi sumber tema karya mereka. Mary Kelly seorang perempuan perupa dari Amerika Serikat membuat karya Post Partum Document, 1973 – 1976. Karya tersebut mendeskripsikan hubungan ibu dengan anak laki-lakinya. Sepanjang enam tahun ia merekam aktifitas melalui tulisan di atas popok bayi maupun dalam buku katalog makanan. Karya tersebut mempertegas kebebasan perempuan perupa dalam memilih tema personal di satu sisi, di sisi lain mengangkat karya dengan tema personal memiliki nilai estetis yang sejajar dengan tema lainnya.

Dalam pameran ini Nia melukiskan sosok perempuan untuk menghadirkan pemikiran tentang kasih ibu. Hanya saja dalam lukisan tersebut baru sosok perempuan yang dapat diapresiasi. Seandainya Nia lebih banyak merenungi bentuk visual yang akan ditampilkan, tentu dengan kemampuan teknisnya ia dapat menghasilkan karya yang menggetarkan.
                                                                               
EMPATI KASIH-2014-ACRYLIC ON CANVAS-60CM X120 CM-NIA KURNIASIH (MIA)


Berbeda dengan Nia, Dini seakan membuka album lama, melihat hari ini dan memandang ke masa depan dalam hubungannya dengan kedua anak lelakinya. Serupa tapi tak sama dengan Mary Kelly, Dini membuat cuplikan dari perjalanan kehidupannya menjadi ibu. Karya ini menghadirkan keharuan dalam relasi ibu dengan anak-anaknya yang terus tumbuh. Mungkin si ibu masih terkenang pada mainan yang ia buat untuk anaknya, sementara anak-anaknya telah berlari ke depan. Sebuah karya personal yang menjadi cermin bagi para ibu lainnya.
                                                                        
PARTY OF THREE-2014-MIX MEDIA ON CANVAS-80 X 150 CM-DINI BIRDIENI

Di antara karya-karya yang di pamerkan terdapat dua karya lukisan abstrak Neni dan Yuyu. Keduanya menggunakan unsur permainan warna dan bidang serta sensitifitas dalam membuat gradasi warna seperti tampak dalam karya Neni. Yuyu membuat bidang-bidang kontras antra satu bidang warna gelap dan bidang warna terang. Jika umumnya karya abstrak hanya mengajak apresiator menikmati unsur-unsur rupa saja, rupanya Neni dan Yuyu memasukkan unsur makna di dalamnya yang berkaitan dengan kehidupan.


HARMONI - 2013-ACRYLIC ON CANVAS, 118 CM x 89,5 CM-NENNY NURBAYANI
                                                                             
BIAS-2014- ACRYLIC ON CANVAS-90 X 90 CM- MEYHAWATI YUYU JULAEHA RASEP

Karya tiga dimensi berbentuk kupu-kupu hadir melalui karya Rina. Pemilihan dimensi yang berbeda memperlihatkan keinginan perupa untuk menjelajah keragaman. Hal tersebut penting untuk memperlihatkan kreativitas seorang perupa. Unsur tiga dimensi bergabung dengan dua dimensi tampak dalam karya Risca yang mencoba menambahkan unsur ranting dalam bidang kanvasnya.

                                                                             
KUPU-KUPU SIMBOL-2014-PERFORM INSTALASI DIGANTUNG-RINA MARIANA
                                                                       
BISIKAN-2014-MIX MEDIA-80CM X200 CM-RISCA NOGALESA PRATIWI

Epilog
Keduapuluhdua Ibu yang berpameran ini telah berusaha mengembangkan kemampuan kreativitas mereka. Memadukan kemampuan emosi dan kognitif  dalam proses berkarya. Mereka tidak boleh puas dengan karya-karya yang dipamerkan, mereka harus terus mencari masalah dan menyelesaikan masalah dalam visualisasi karya. Perjuangan menemukan dan menyelesaikan masalah adalah salah satu titik untuk menghasilkan karya yang kreatif. Menggali pengalaman personal dan memilih visualisasi yang ‘tidak biasa’ tentu akan menghadirkan ‘keterkejutan’ bagi apresiator saat mengamati karya keduapuluhdua ibu-ibu ini.
Selamat berpameran, selamat mengejar visualisasi yang kreatif……

Bandung, 11 Desember 2014
Dr. Ira Adriati Winarno, M.Sn.
Ketua KK Estetika dan Ilmu-ilmu Seni FSRD ITB


Daftar Pustaka
Damajanti,  2006, Psikologi Seni, PT Kiblat Buku Utama, Bandung.
Pooke, G. dan Newall, D., 2008, The Basics Art History, Routledge, New York.
Purbani, 2007, Meluruskan Salah Kaprah Peringatan Hari Ibu dalam Jurnal Perempuan no. 52.
Tabrani, P., 2014, Proses Kreasi – Gambar Anak – Proses Belajar, Penerbit Erlanggga, Jakarta.
Walker, B., 1998, The Woman’s Dictionary of Symbols and Sacred Objects, Harper One, New York.

Tidak ada komentar:

Art illuminations in 18th – 19th centuries manuscripts from Ngayogyakarta Hadiningrat Palace as a creative industry development

Art illuminations in 18th – 19th centuries manuscripts from Ngayogyakarta Hadiningrat Palace as a creative industry development Abstract M...