Memaknakan Proses
Kreasi Keduapuluhdua Ibu
oleh
Ira Adriati Winarno
Keduapuluhdua Ibu
Ketika perempuan perupa
bergabung, mereka menjadi semakin kuat dalam menembus medan sosial seni rupa.
Keduapuluhdua perempuan perupa ini, memperlihatkan konsistensinya untuk terus
berkarya dan berpameran setiap tanggal 22 Desember. Tanggal tersebut dikenal
sebagai Hari Ibu, perayaan sebatas
penghargaan terhadap nilai keibuan dalam diri perempuan Indonesia atau
peringatan tersebut terpolusi oleh Mother’s
Day yang diperingati di banyak Negara, terutama Amerika Serikat (Purbani
dalam Jurnal Perempuan, 2007, 59). Tidak salah peringatan seperti itu, tetapi
misi sejati peringatan Hari Ibu adalah mengenang perjuangan kaum perempuan
untuk merdeka.
Tahun 1959, Presiden Soekarno
menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Nomor 316 Tahun 1959.
Tanggal 22 Desember dipilih untuk mengenang Kongres Perempuan pertama 31 tahun
sebelumnya, tahun 1928, di gedung yang sekarang dikenal sebagai Mandalabhakti
Wanitatama di Jalan Adisucipto, Yogyakarta. Peristiwa itu dianggap penting
sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia.
Pada tanggal tersebut perempuan ketua organisasi di seluruh Nusantara
berkumpul. Mereka membahas persatuan perempuan, keterlibatan perempuan dalam
perjuangan kemerdekaan, keterlibatan perempuan dalam membangun bangsa dan
lain-lain. Jadi menilik sejarahnya, mestinya bukan keibuan mereka yang
diapresiasi, tetapi keperempuanan dan semangat juang mereka (Purbani dalam
Jurnal Perempuan, 2007, 59).
Beranjak pada Keduapuluhdua
perempuan perupa, mereka berjuang di antara berbagai tugas keseharian untuk
menyiapkan karya-karya yang dipamerkan. Organisasi atau Kelompok ibu ini menambah
organisasi perempuan perupa yang telah ada sebelumnya seperti Nuansa Indonesia atau Ikatan Wanita Pelukis Indonesia.
Kontinyuitas berkarya dan berpameran yang dirintids oleh keduapuludua ibu
tersebut membuktikan profesionalisme mereka sebagai perempuan perupa Indonesia.
Kompleksitas Pemaknaan Subject
matter Karya
Perempuan perupa dalam pameran
ini lima puluh persen menjadikan tumbuhan sebagai sumber inspirasi mereka.
Bunga menjadi subject matter utama
dalam karya mereka. Umumnya perempuan perupa ini memilh medium charcoal,
pensil, bolpoint, akrilik di atas kanvas. Beberapa menggunakan teknik batik
untuk memvisualisasikan pemikiran mereka. Salah satu di antaranya menampilkan
instalasi perpaduan objek tiga dimensi dengan lukisan di atas kertas. Bunga
atau pohon menjadi stereotip dalam karya seni yang dibuat oleh perempuan
perupa. Mengapa subject matter
tersebut seringkali menjadi pilihan perempuan ?
Bila kita merujuk pada proses
imajinasi terdapat unsur memori yang menjadi salah satu sumber utama (Tabrani,
2014, 12). Bagi perempuan pada umumnya, sejak kecil mereka selalu dekat dengan
bunga secara fisik maupun simbol-simbol bunga dalam kehidupan perempuan. Semua
itu tentu tidak terlepas dari lingkungan terdekat seperti seorang ibu yang
memberikan pemahaman tentang simbol bunga yang erat kaitannya dengan perempuan,
maupun pandangan stereotype tentang bunga sebagai simbol perempuan. Sehingga
tidak mengherankan jika dalam memori mereka, bunga atau tumbuhan sangat kuat
untuk menyimbolkan berbagai hal berkaitan dengan feminitas dan ke- Ibu - an.
Hal yang menarik dari karya
perempuan perupa dalam pameran ini yang memilih subject matter bunga atau pohon, ternyata tidak ada keserupaan
antara satu perupa dengan perupa lainnya. Tentu saja hal tersebut terjadi
karena semua menggunakan kreativitas mereka untuk menghasilkan karya seni
dengan nilai estetis yang tinggi. Kreativitas adalah kemampuan yang efektif
untuk mencipta. Nilai-nilai “kebaruan” dan “keaslian” selalu berkorelasi dengan
kreativitas. Kebaruan (novelty)
membutuhkan keaslian (originality).
Harus ada gagasan yang segar (Damajanti, 2006, 21-22).
Perempuan perupa
memvisualisasikan bunga dengan menampilkan keragaman bunga yang saling
bertumpang tindih dalam karya Ika, sebagai metafora dari perjuangan hidup. Ety
memvisualisasikan bunga yang berkebalikan dengan Ika, ia menyisakan
bidang-bidang kosong di antara bunga yang dilukisnya.
BUNGAKU HIDUPKU-2014- MIX MEDIA ON CANVAS-120 X 120 CM_IKA KURNIA MULYATI |
BUNGA-2014-ACRYLIC ON CANVAS-120 X 120 CM-ETY SUKAETINI |
Nina dan Niken memanfaatkan teknik batik untuk mengekspresikan perasaan dan emosinya. Rumpun bambu dilukiskan dalam sebidang kain, batang-batang bambu yang samar dikomposisikan dengan batang yang terlihat nyata di sisi kiri. Komposisi antara bambu dengan pewarnaan kuat dan bidang yang samar keabu-abuan menjadikan karya ini menarik.
FOLIAGE-2014-PEWARNA BATIK FROZEN DIATAS KAIN PRIMISSIMA-70 X 170 CM-NINA IRIANI |
KEBUN BAMBU-2014-KAIN ORAGNDI, PEWARNA DISPERS-120 CM X 140CM-NIKEN APRIANI |
Mencermati karya lainnya yang
menggunakan subject matter pohon
pinus sebagai metafora dari Ibu. Sri mengambil bagian batang dan sedikit
ranting untuk visualisasi tersebut. Ia memperlihatkan batang yang kokoh.
Pemilihan metafora pinus untuk ibu di satu sisi paradoks dengan makna simbol
pohon pinus yaitu simbol laki-laki. Rupanya perupa mengaitkan dengan sikap
seorang ibu dalam menghadapi kehidupan, terlihat kokoh dalam membesarkan
anak-anaknya. Di sisi lain pohon pinus merupakan simbol keabadiaan. Pemilihan
pohon pinus menjadi terasa tepat untuk memvisualisasikan kasih dan kekuatan
dalam diri seorang ibu.
EVERLASTING LOVE -2014-CHARCOAL ON KANVAS-210 CM X 120 CM-SRI NURAENI
|
Mencari Masalah dan Menyelesaikan Masalah dalam Proses Berkarya
Dalam tulisan Damajanti (2006,
61) dipaparkan bahwa dalam proses penciptaan karya seni, perupa terus menerus
dihadapkan pada masalah yang harus dipecahkan. Misalnya pelukis harus
memikirkan bagaimana membuat suatu bidang tampak menyusut. Seni tidak sekedar
melibatkan emosi, tetapi juga menuntut kemampuan kognitif seniman untuk
memecahkan masalah. Selain memecahkan masalah, seniman yang kreatif mampu
menemukan masalah.
Paparan mengenai kemampuan
memecahkan atau mencari masalah akan selalu dilakukan oleh perupa kreatif,
memberikan pemahaman kepada apresiator tentang adanya dorongan yang sama dari
50 % perempuan perupa dalam pameran ini untuk mengangkat bunga dan pohon
sebagai subject matter, tetapi
kemudian terlihat keberagaman medium, keragaman visualisasi, dan juga keragaman
kualitas estetis karya. Mereka yang terus mempertanyakan bagaimana menemukan
visualisasi yang paling original, maka merekalah yang akan menghadirkan
visualisasi bunga yang ‘tidak biasa’ atau mendekati originalitas dari segi
visual.
Subject matter bunga menjadi stereotype bagi perempuan perupa, hal
tersebut terlihat pula dalam pameran 22 Ibu kali ini. Di awal telah dibahas,
bahwa penggunaan memori pada saat proses imajinasi kemungkinan besar mendorong
kesamaan minat untuk memvisualisasikan gagasan dengan metafora bunga. Apakah
sebuah kelemahan dengan berkarya sesuai dengan stereotip? Menarik untuk
mengikuti pemikiran Hèléne Cixous :
I shall speak about women’s writing. Woman must write herself… Woman
must put herself into text – as into the world and into history by her own
movement.
Jika Cixous mengajak perempuan
menuliskan tentang dirinya, maka bagi perempuan perupa artinya ia melukiskan
dirinya sendiri. Melukiskan pengalamannya sebagai perempuan yang tidak mungkin
dialami laki-laki. Pemilihan tema bunga bagi perempuan bukan sekedar mimesis
atau meniru apa yang ada di alam, melainkan mereka menjadikan bentuk bunga
sebagai metaphor untuk pengalaman kehidupan sebagai perempuan selama ini.
Merujuk pada perkembangan feminist art di Barat, salah satu hal
yang mereka perjuangkan adalah menghargai tema-tema personal dari perempuan
perupa. Pengalaman sebagai ibu (motherhood)
menjadi sumber tema karya mereka. Mary Kelly seorang perempuan perupa dari
Amerika Serikat membuat karya Post Partum
Document, 1973 – 1976. Karya tersebut mendeskripsikan hubungan ibu dengan
anak laki-lakinya. Sepanjang enam tahun ia merekam aktifitas melalui tulisan di
atas popok bayi maupun dalam buku katalog makanan. Karya tersebut mempertegas
kebebasan perempuan perupa dalam memilih tema personal di satu sisi, di sisi
lain mengangkat karya dengan tema personal memiliki nilai estetis yang sejajar
dengan tema lainnya.
Dalam pameran ini Nia melukiskan
sosok perempuan untuk menghadirkan pemikiran tentang kasih ibu. Hanya saja
dalam lukisan tersebut baru sosok perempuan yang dapat diapresiasi. Seandainya
Nia lebih banyak merenungi bentuk visual yang akan ditampilkan, tentu dengan
kemampuan teknisnya ia dapat menghasilkan karya yang menggetarkan.
Di antara karya-karya yang di
pamerkan terdapat dua karya lukisan abstrak Neni dan Yuyu. Keduanya menggunakan
unsur permainan warna dan bidang serta sensitifitas dalam membuat gradasi warna
seperti tampak dalam karya Neni. Yuyu membuat bidang-bidang kontras antra satu
bidang warna gelap dan bidang warna terang. Jika umumnya karya abstrak hanya
mengajak apresiator menikmati unsur-unsur rupa saja, rupanya Neni dan Yuyu
memasukkan unsur makna di dalamnya yang berkaitan dengan kehidupan.
HARMONI - 2013-ACRYLIC ON CANVAS, 118 CM x 89,5 CM-NENNY NURBAYANI |
BIAS-2014- ACRYLIC ON CANVAS-90 X 90 CM- MEYHAWATI YUYU JULAEHA RASEP |
Karya tiga dimensi berbentuk
kupu-kupu hadir melalui karya Rina. Pemilihan dimensi yang berbeda
memperlihatkan keinginan perupa untuk menjelajah keragaman. Hal tersebut
penting untuk memperlihatkan kreativitas seorang perupa. Unsur tiga dimensi
bergabung dengan dua dimensi tampak dalam karya Risca yang mencoba menambahkan
unsur ranting dalam bidang kanvasnya.
KUPU-KUPU SIMBOL-2014-PERFORM INSTALASI DIGANTUNG-RINA MARIANA |
Epilog
Keduapuluhdua Ibu yang berpameran
ini telah berusaha mengembangkan kemampuan kreativitas mereka. Memadukan
kemampuan emosi dan kognitif dalam
proses berkarya. Mereka tidak boleh puas dengan karya-karya yang dipamerkan,
mereka harus terus mencari masalah dan menyelesaikan masalah dalam visualisasi
karya. Perjuangan menemukan dan menyelesaikan masalah adalah salah satu titik
untuk menghasilkan karya yang kreatif. Menggali pengalaman personal dan memilih
visualisasi yang ‘tidak biasa’ tentu akan menghadirkan ‘keterkejutan’ bagi
apresiator saat mengamati karya keduapuluhdua ibu-ibu ini.
Selamat berpameran, selamat mengejar
visualisasi yang kreatif……
Bandung, 11 Desember 2014
Dr. Ira Adriati Winarno, M.Sn.
Ketua KK Estetika dan Ilmu-ilmu Seni FSRD
ITB
Daftar Pustaka
Damajanti, 2006, Psikologi Seni, PT Kiblat Buku Utama,
Bandung.
Pooke, G. dan Newall, D., 2008, The
Basics Art History, Routledge, New York.
Purbani, 2007, Meluruskan Salah
Kaprah Peringatan Hari Ibu dalam Jurnal Perempuan no. 52.
Tabrani, P., 2014, Proses Kreasi
– Gambar Anak – Proses Belajar, Penerbit Erlanggga, Jakarta.
Walker, B., 1998, The Woman’s
Dictionary of Symbols and Sacred Objects, Harper One, New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar